REPUBLIKA.CO.ID, KOTA – Kawasan menarik di wilayah Kota Tua bukan hanya sekitar Museum Fatahillah.
Walikota Jakarta Barat, H Burhanuddin hari ini, Senin (10/10), meninjau salah satu gedung tua di seberang kali Gede. Walikota didampingi Camat Tambora, Isnawa Adjie, dan petugas dari Suku Dinas Pariwisata serta Dinas Tata Kota Jakarta Barat.
"Kota Tua itu kan sejarah, sumber informasi untuk anak cucu kita kelak, tapi kenapa mati seperti ini?" ujar Burhanuddin di gedung Societiet Harmonie, Batavia.
Kendala yang dihadapi pemerintah kota menurutnya, terletak pada regulasi pusat yang belum sesuai kebutuhan. Dinas terkait selama ini melarang perubahan gedung secara besar-besaran. Padahal, gedung tua di Jakarta tidak akan dirubah bentuknya, hanya direnovasi agar tidak ambruk.
Burhanuddin membandingkan keadaan kawasan ini dengan di negara lain, contohnya Singapura dan Jerman. Di sana, kawasan seperti ini dilestarikan sebagai harta karun kota dan daya tarik wisatawan.
Salah satu bagian gedung adalah Societiet Harmonie, sebuah kafe Batavia yang dikunjungi Burhanuddin. Pada zaman Jepang, gedung ini merupakan rumah singgah. Para saudagar yang berkunjung ke kawasan ini sering beristirahat di tempat ini.
Benda-benda bersejarah di dalamnya, diakui anak pemiliknya, Anette, berasal dari ratusan tahun silam. Patung tentara Jepang, patung Buddha, lukisan, kereta dan berbagai macam benda kuno tersimpan di tempat ini selama bertahun-tahun. Tidak terbatas dari Jepang, bahkan ada lukisan bangsawan Bali dan kerajaan di Indonesia.
Sejak 'mati suri' berpuluh tahun silam, gedung ini sekilas tak ubahnya gedung rongsok di pinggir jalan. Setelah dibuka hari ini, barulah tampak harta karun yang tersimpan di dalamnya. Banyak lokasi menarik untuk berfoto di dalam gedung seluas sekitar 2.500 hektar ini.
Annete, pemilik gedung, mengatakan rencananya gedung ini akan dijadikan kafe, museum atau wisata hotel bersejarah. Sejak dulu, rencana renovasi gedung terhambat karena terbentur regulasi karet pemerintah setempat. "Semangat menghidupkan kawasan ini selalu pasang-surut. Kali ini, semoga benar-benar terwujud," ujar Annete kepada Republika.
Kasudin Pariwisata Jakarta Barat, Arie Fatah, mengatakan gedung ini memang terhambat masalah regulasi. Izin kepemilikan gedung sebagian besar masih kepunyaan Badan Usaha Milik Negara. Pemerintah daerah agak sulit untuk mengambil kebijakan tertentu karena bukan menjadi otoritas langsung.
Walikota Jakarta Barat, H Burhanuddin hari ini, Senin (10/10), meninjau salah satu gedung tua di seberang kali Gede. Walikota didampingi Camat Tambora, Isnawa Adjie, dan petugas dari Suku Dinas Pariwisata serta Dinas Tata Kota Jakarta Barat.
"Kota Tua itu kan sejarah, sumber informasi untuk anak cucu kita kelak, tapi kenapa mati seperti ini?" ujar Burhanuddin di gedung Societiet Harmonie, Batavia.
Kendala yang dihadapi pemerintah kota menurutnya, terletak pada regulasi pusat yang belum sesuai kebutuhan. Dinas terkait selama ini melarang perubahan gedung secara besar-besaran. Padahal, gedung tua di Jakarta tidak akan dirubah bentuknya, hanya direnovasi agar tidak ambruk.
Burhanuddin membandingkan keadaan kawasan ini dengan di negara lain, contohnya Singapura dan Jerman. Di sana, kawasan seperti ini dilestarikan sebagai harta karun kota dan daya tarik wisatawan.
Salah satu bagian gedung adalah Societiet Harmonie, sebuah kafe Batavia yang dikunjungi Burhanuddin. Pada zaman Jepang, gedung ini merupakan rumah singgah. Para saudagar yang berkunjung ke kawasan ini sering beristirahat di tempat ini.
Benda-benda bersejarah di dalamnya, diakui anak pemiliknya, Anette, berasal dari ratusan tahun silam. Patung tentara Jepang, patung Buddha, lukisan, kereta dan berbagai macam benda kuno tersimpan di tempat ini selama bertahun-tahun. Tidak terbatas dari Jepang, bahkan ada lukisan bangsawan Bali dan kerajaan di Indonesia.
Sejak 'mati suri' berpuluh tahun silam, gedung ini sekilas tak ubahnya gedung rongsok di pinggir jalan. Setelah dibuka hari ini, barulah tampak harta karun yang tersimpan di dalamnya. Banyak lokasi menarik untuk berfoto di dalam gedung seluas sekitar 2.500 hektar ini.
Annete, pemilik gedung, mengatakan rencananya gedung ini akan dijadikan kafe, museum atau wisata hotel bersejarah. Sejak dulu, rencana renovasi gedung terhambat karena terbentur regulasi karet pemerintah setempat. "Semangat menghidupkan kawasan ini selalu pasang-surut. Kali ini, semoga benar-benar terwujud," ujar Annete kepada Republika.
Kasudin Pariwisata Jakarta Barat, Arie Fatah, mengatakan gedung ini memang terhambat masalah regulasi. Izin kepemilikan gedung sebagian besar masih kepunyaan Badan Usaha Milik Negara. Pemerintah daerah agak sulit untuk mengambil kebijakan tertentu karena bukan menjadi otoritas langsung.
0 komentar:
Posting Komentar